detakkampar.co.id – Setelah gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,1 mengguncang Jepang, potensi terjadinya gempa dahsyat atau ‘megaquake’ menjadi perhatian serius. Gempa yang terjadi pada Kamis (8/8) tersebut mengakibatkan delapan orang mengalami luka-luka, memicu Badan Meteorologi Jepang (JMA) untuk mengeluarkan peringatan. Meskipun ada indikasi peningkatan kemungkinan terjadinya gempa besar, JMA menekankan bahwa ini bukanlah jaminan bahwa gempa besar akan segera menyusul. Peringatan tersebut adalah yang pertama dikeluarkan berdasarkan sistem baru yang diperkenalkan setelah gempa besar pada tahun 2011.
” Baca Juga: Alasan Anies Baswedan Tidak Maju Independen di Pilgub Jakarta “
Gempa magnitudo 7,1 yang mengguncang Pulau Kyushu pada Kamis sore mengakibatkan lampu lalu lintas dan mobil-mobil berguncang serta piring-piring jatuh, tetapi tidak ada laporan kerusakan serius. Meski demikian, delapan orang mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tertimpa benda-benda yang jatuh selama guncangan. Jepang, yang terletak di atas empat lempeng tektonik utama. Mengalami sekitar 1.500 gempa setiap tahunnya, dengan sebagian besar merupakan gempa kecil. Dalam hal gempa yang lebih besar, dampaknya biasanya dapat diatasi berkat teknik pembangunan yang canggih dan prosedur darurat yang telah lama diterapkan.
Pemerintah Jepang sebelumnya memperkirakan bahwa ada kemungkinan sebesar 70% untuk terjadinya gempa besar dalam waktu 30 tahun ke depan. Menurut para pakar, gempa yang lebih besar bisa berdampak pada sebagian besar garis pantai Pasifik di Jepang. Dan berpotensi mengancam sekitar 300.000 nyawa dalam skenario terburuk. Meskipun prediksi gempa sulit dilakukan, satu gempa bumi seringkali meningkatkan kemungkinan terjadinya gempa bumi lainnya. Meskipun risikonya tetap rendah menurut Earthquake Insights.
” Baca Juga: Kontroversi Kontes Transgender: DPD RI Tuntut Pengusutan “
Sebagai tanggapan terhadap ancaman potensi gempa dahsyat megaquake ini, Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, membatalkan rencananya untuk melakukan kunjungan ke Asia Tengah. Kishida semula dijadwalkan untuk bepergian ke Kazakhstan, Uzbekistan, dan Mongolia untuk menghadiri pertemuan puncak regional. Namun, dengan situasi gempa yang memerlukan perhatian mendesak, Kishida memutuskan untuk tetap berada di Jepang setidaknya selama seminggu. Ia menyatakan bahwa sebagai pemimpin dengan tanggung jawab tinggi dalam manajemen krisis, ia merasa perlu untuk fokus pada situasi darurat domestik dan memastikan kesiapan negara dalam menghadapi kemungkinan bencana lebih lanjut.